Jumat, 09 Maret 2012

KEKERISTENAN DAN NASIONALISME




Kekeristenan dan Nasionalisme

1. PENDAHULUAN

1.     Pokok Kajian

Dalam kurun waktu kurang dari setengah abad sejak awal abad ke-20 ini, pergerakan nasional Indonesia berhasil membawa Indonesia kepada kemerdekaan dan kesatuan nasional. Dalam pergerakan itu berhadap-hadapan pihak pemerintah kolonial Belanda, yang ingin mempertahankan kekuasaannya atas bangsa dan wilayah Indonesia, dengan bangsa Indonesia,yang ingin menjadi bangsa yang merdeka. Bagi bangsa Indonesia, pergerakan itu merupakan proses dimana rasa kesebangsaan makin mengental mengatasi kepelbagaian suku dam daerah. Pergerakan itu juga adalah konfiguarasi dai aneka gagasan dan kegiatan, mulai dari yang kolot sampai yang radikal, dari tekanan yang primordialistik sampai yang modern dan sekuler. Hasil-hasil kajian sejarah pergerakan nasional Indonesia sampai sekarang menampilkan kemajemukan itu, dimana pada kerangka dasarnya pihak Indonesia pendukung pergerakan dapat dibedakan atas golongan nasionalis radikal dan nasonalis konservatis.Golongan radikal menghendaki kemerdekaan Indonesia sepenuhnya dan secepatnya dari penjajahan Belanda, sedangkan yang konservatif menyetujui suatu kemerdekaan dalam ikatan dengan dan yang dipersiapkan (secara berangsur-angsur) dari pihak penjajah. Perbedaan lainnya adalah dari segi ideologi, yaitu – yang menjadi jelas pada saat-saat perumusan konsep UUD – golongan nasionalis sekuler dan nasionalis Islam (lazim pula disebut golongan Kebangsaan dan golongan Islam).
Sejumlah kajian ilmiah mengenai peran golongan-golongan yang berbeda itu dalam pergerakan nasional, telah dilakukan terutama oleh para sarjana asingdan sebagian telah diterbitkab dalam bahasa Indonesia. Tetapi peranan atau tempat pihak kristen Protestan Indnesia dalam pergerakan nasional Indnoesia, sampai sekarang belum mendapat perhatian yang memadai. 
Pada tahun 1965-1967 diselenggarakan di Indonesiasuatu proyek penelitian bernama “Project Study Fadjar” bahagian dari rangkaian penelitian di beberapa negara dengan tujuan meneliti partisipasi umat kristen dalamnational building dalam bidang-bidamh sejarah gereja, politik, ekonomi, pemuda, kebudayaan, pendidikan dan kebudayaan. Dr. T.B. Simatupang, yang menyusun laporan penelitian bidang politik, mencatat adanya partisipasi Kristen dalam pergerakan nasiional melalui tiga bidang. 
Pendekatan ini tampaknya bertolak dari suatu upaya politik untuk membuktikan adanya peran historis pihak Kristen dalam pembangunan nasional khususnya dan dalam upaya bina bangsa Indonesia pada umumnya.Walaupun proyek penelitian itu meliputi berbagai segi, keseluruhannya masih merupakan “permulaan dari suatu usaha yang serius”. Pendekatan ini tentu mempunyai fungsinya dan merupakan sumbangan penting bagi pembinaan dan pengenalan dari pihak Kristen Protestan, baik sebagai bangsa maupun sebagai gereja di Indonesia. Pihak Kristen Katolik di Indonesia telah pula megungkapkan partisipasinya dalam perjuanagn dan pembangunan nasional., dengan pedekatan yang sama. 
Perhadapan kekristenan dengan nasioalisme Indonesia adalah suatu perjumpaan, dimana pihak Kristen juga mendapat masukan-masukan dari nasionalisme Indonesia. Dalam ungkapan teologis dapat dikatakan bahwa pergerakan nasional Indonesia menjadi konteks dimana panggilan gereja di Indonesia diberi bentuk. Sebab itu perlu diungkapkan bersama, baik sumbangan yang diberikan oleh pihak Kristen terhadap pergerakan nasional Indonesia, maupun pengaruh nasionalisme terhadap kekristenan di Indonesia. Dengan demikian gereja di Indonesia masa kini memperoleh pengenalan diri yang lebih utuh dan kritis dari masa lampaunya.Maka masalah pokok yang perlu dikaji dalam hubungan dengan peranan golongan Kristen dalam perjuangan mencapai kemerdekaan dan dalam usaha bina bangsa Indonesia adalah bagaimana golongan Kristen Indonesia menemukan dan memahami tempatnya yang tepat dalam perjalanan sejarah bangsanya. Dengan ungkapan teologis, ini berarti bagaimana golongan Kristen memahami pemberitaan Firman Tuhan dalam konteks dunia zamannya. Pertanyaan itu dapat dijawab dengan menempatkan kekristenan di Indonesia bagi dinamika sejarah dan karena itu dapat dinilai secara kritis. Dengan kata lain, diperlukan suatu studi yang bertolak dari pengakuan terhadap kontekstualisasi kekristenan, yang sekaligus menjadi olak ukur dalam menilai sejarahnya. Artinya, sejarah gereja di Indonesia dikaji dalam kerangka keterkaitannya dengan kenyataan-kenyatan masyarakatnya. Tentu saja selain jasa dan peran, pengkajian sejarah secara kritis akan juga menyingkap noda-noda “kesesatan” golonga kristen dalam liku-liku pencarian dan pemahaman panggilannya di tengah-tengah sejarah bangsanya. Dan justru dalam kenyataan-kenyataan itu pula sejarah bermakna sebagai guru bagi kekristenan. 
Dalam kerangka itulah maka dalam studi ini diusahakan memberi perhatian pada hubungan kekristenan Protestan dengan nasionalisme di Indonesia. Hubungan itu dapat diperiksa dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan pengungkapan nasionalisme Indonesia. Dalam konteks pokok kajian ini, nasionalisme Indonesia diartikan keseluruhan gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan yang bertolak dari dan terarah kepada perjuangan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan bersatu. Tekanan studi ini dibatasi pada dua hal: sikap kristen Protestan terhadap pergerakan nasional di bidang politik dan pada pengaruh nasionalisme di dalam perkembangan kekristenan Protestan di Indonesia. Pada yang pertama hendak diperiksa bagaimana sikap (bukan terutama peran)  lembaga-lembaga atau tokoh-tokoh  Kristen Protestan di Indonesia terhadap pergerakan nasional. Diharapkan bahwa dalam bagian ini akan dapat diungkapkan dan dijelaskan wawasan politik kalangan Kristen Protestan Indonesia , baik terhadap hubungan kolonial maupun tehadap cita-cita nasional Indonesia. Pada bagian kedua diharapkan dapat diungkapkan pengaruh nasionalisme Indonesia di dalam proses ganda kemandirian dan keesaan gereja-gereja Protestan di Indonesia. 

2.     Sejarah Agama Kristen 

Jadi, pokok studi ini adalah kekristenan Protestan di Indonesia: sikapnya terhadap pergerakan nasional dan pengaruh nasionalisme Indonesia terhadapnya. Dalam hal itu maka studi ini adalah pengkajian sejarah gereja. Dalam pendekatannya, terdapat tiga aliran pengertian mengenai tempat sejarah gereja dalam disiplin ilmiah. Para pendukung pemikiran yang bertolak dari kenyataan empiris menempatkan sejarah gereja sebagai bagian dari sejarah umum, yakni sejarah agama kristen. Pihak lainnya bertolak dari pandangan teologis dan menempatkan sejarah gereja di dalam disiplin ilmu-ilmu teologi. Sedangkan pihak ketiga menggabungkan kedua pandangan itu, bahwa sejarah gereja bertolak dari fakta-fakta empiris dan kemudian menilainya secara teologis. Sesuai dengan pokok bahasan, studi ini terutama menekankan segi sejarah agama Kristen dalam kerangka sejarah nasional Indonesia. Sebagaimana dikemukakan di atas, dalam pendekatan ini titik tolak dan evaluasi historis yang menjadi acuan subyektif adalah keterkaitan (sifat kontekstual) kekristenan dengan kenyataan sosial politik zamannya. Keterkaitan itu dapat dinilai dalam wawasan dan sikap serta adaptasi kalangan-kalangan Kristen terhadap masalah-masalah sosial politik zamannya (dalam hal ini perhadapan nasionalisme dengan kolonialisme). 
Keterkaitan tersebut ditempakan dalam kerangka pemikiran teologi, sehingga sejarah kekristenan dievaluasi secara teologis. Dalam hal ini berlaku pendekatan multidisipliner dalam historiografi, bahwa ilmu-ilmu lain dibutuhkan dalam usaha memahami dan menulis sejarah. Jadi, dalam studi ini teologi mendukung pemahaman dan penulisan sejarah. 
Dengan pendekatan yang dikemukakan di atas, maka selain sebagai sejarah gereja, studi ini adalah studisejarah nasional Indonesia, yakni bagian dari sejarah pergerakan nasional Indonesia yang berlangsung dalam kurun waktu parohan pertama abad ke-20 ini. Sejarah pergerakan nasional Indonesia sampai kemerdekaan merupakanacuab dalam menguraikan sikap politik kalangan Kristen terhadap nasionalisme Indonesia, dan menjadi salah satu latar belakang utama bagi proses perkembangan di dalam kekristenan di Indonesia. 
Berbeda dengan pendekatan sejarah nasional yang ideologistik, studi ini berusaha mempertahankan historiografi yang kritis, dengan mengikuti historiografi Indonesia yang dikembangkan Prof. Sartono Kartodirdjo. Fokus utama dalam studi ini adalah kekristenan Protestan Indonesia. Orang Kristen Protestan Indonesia merupakan subyek utama dalam sejarah perhadapan kekristenan Protestan dengan pergerakan nasional Indonesia, tanpa mengabaikan kenyataan peran penting orang Kristen asing (khususnya para pekabar injil Eropa). Dengan kata lain, studi ini menempatkan kekristenan Protestan Indonesia pada titik pusat dinamika perjumpaannya dengan pergerakan nasional Indonesia dan dalam hubungannya dengan pihak Kriten asing (Eropa). Selain penekanan pada orang kristen Indonesia, segi “Indonesia sentris” lainnya dalam studi ini adalah sudut pandang integratif terhadap sejarah gereja-gereja di Indonesia (perspektif oikumenis). Tanpa mengabaikan kemandirian sejarah lokal masing-masing gereja, diutamakan di sini faktor-faktor yang mendukung proses pemuaran sejarah masing-masing ke sejarah bersama. 
Diharapkan bahwa genre historiografi Kristen seperti ini dapat memberi sumbangan tersendiri, baik terhadap penulisan sejarah nasional Indonesia, maupun dan khususnya terhadap penulisan sejarah gereja di Indonesia. Maka studi ini, sebagaimana adanya, pada satu pihak ditempatkan berjajar dengan hasil-hasil kajian kritis  dalam sejarah nasional, dan pada pihak lain dengan sejarah gereja di Indonesia. Sebagai bagian dari sejarah nasional, diharapkan akan melengkapi keutuhan sejarah nasional Indonesia, suatu sumbangan bagi peningkatan saling pengertian dalam memperkokoh kesatuan dan persatuan nasional. 

3.     Sumber-sumber 

Salah satu kendala utama dalam penelitian sejarah kekristenan di Indonesia zaman pergerakan nasional ini adalah langkanya bahan-bahan sejarah yang berasal dari pihka Indonesia, sementara sumber-sumber dari pihak asing (badan-badan Zending, pemerintah kolonial) cukup banyak. Sumber-sumber asing itu bermasalah dalam bahasanya yang asing, tempat penyimpanannya di negeri yang asing, dan terlebih karena diungkapkan dalam sudut pandang dan “ideologi” yang asing dai sudut pandang Indonesia. Sebab itu perlu diusahakan supaya bahan-bahan asing itu dapat melayani dalam mengungkapkan kenyataan kekristenan Indonesia secara lebih obyektif. 
Selain bahan-bahan primer (laporan-laporan dan bahan-bahan arsip lainnya), dalam studi ini dipakai pula bahan-bahan sekunder (hasil-hasil studi dari masa itu dan dari masa kemudian). Secara khusus perlu disebutkan bahan-bahan yang terdapat dalam media cetak yang diterbitkan badan-baan Kristen masa itu, seperti de Banier (media CEP/CSP), De Opwekker (media NIZB), Mededeelingen der vereenigde Indische Oud-leden der Nederlandsche Christen Studentenvereeniging (media VIO-NCSV), Mededeelingen vanwage het Nederlandsch Zendelinggenootschap, The Student World (WSCF), Eltheto (NCSV). Dapat dikemukakan di sini bahwa fungsi terbitan-terbitan itu tidak hanya menyimpan bahan-bahan sejarah bagi masa kemudian; pada masanya, terbitan-terbitan itu merupakan sarana penting dalam pertukaran dan perluasan gagasan. 
Tetapi terbitan-terbitan itu tertulis dalam bahasa asing dan berasal dari pihak asing, sehingga beredar dalam lingkungan tebatas dan dengan sudut pandang yanng berbeda. Hanya sedikit orang Kristen Indonesia yang membacanya.dan lebih sedikit lagi yang ikut mengungkapkan pemikirannya di dalamnya. Kebanyakan terbitan dalam bahasa melayu atau bahasa daerah, untuk kebutuhan setempat dan bagi kalangan sendiri, lebih merupakan bacaan-bacaan rohani dan kurang berisi informasi atau penyuluhan-penyuluhan masalah sosial politik. 
Antara tahun 1926-1931 diterbitkan di Batavia dwimingguan Zaman Baroe dalam bahasa Melayu, yang merupakan majalah sosial politik Kristen. Terbitan ini merupakan media penting bagi perluasan politik orang Kristen Indonesia dan salah satu sumber penting untuk mengetahui pemikiran-pemikiran politik yang hidup di kalangan orang Kristen Indonesia pada waktu itu, yang justru merupakan masa puncak dalam pergerakan nasional Indonesia.  

4.     Struktur Uraian 

Seperti dikemukakan di atas, studi ini mengkaji dua pokok: mengungkapkan bagaimana sikap lembaga-lembaga atau tokoh-tokoh Kristen di Indonesia terhadap pergerakan nasional, dan mengenai pengaruh nasionalisme Indonesia di dalam proses ganda kemandirian dan keesaan gerja-gereja di Indonesia. Kedua pokok ini diuraikan dalam enam bab, Bab I – Bab VI. Dalam bab I diuraikan sejarah kekristenan di Indonesia sejak abad ke-16, ketika agama Kristen (Katolik Roma) masuk ke Indonesia oleh kedatangan bangsa Portugis, samapi jamam pergerakan nasional Indonesia. Dengan bersandar pada sumber-sumber sekunder , pokok perhatian dalam masa kurang lebih 400 tahun ini adalah perhadapan kekristenan Gereja Protestan dan kalangan Zending dengan masalah-masalah sosial politik di Indonesia, yang berada di bawah kekuasaan asing. Dalam bagian ini pula diuraikan politik kolonial Belanda di Indonesia pada abad ke-19 dan ke-20, khususnya politik etis dan bangkitnya pergerakan nasioanal Indonesia serta sikap Zending terhadap masing-masing kenyataan itu. Dalam pokok yang disebut terakhir, peran Hendrik Kraemer cukup menentukan dalam mengarahkan kalangan Zending kepada sikap yang lebih positif. 
Bab II mengenai organisasi sosial an organisasi politik kalangan Kristen di Indonesia dalam rangka pergerakan nasional. Pertama-tama dikemukakan organisasi-organisasi suku/daerah yang anggotanya terbanyak beragama Kristen. Selanjutnya uraian mengenai partai-partai politik kristen, yaitu CEP/CSP, PKC dan PMI/PKMI. Dalam bagian ini dikemukakan pemahaman teologis mengenai politik dari dua orang aktivis politik Kristen Indonesia, A. Latumahina dan I. Siagian, dan pandangan-pandangan politik dua orang tokoh nasionalis Indonesia beragama Kristen, Dr. Ratu Langie dan Dr. T.S.G. Moelia. 
Bab II mengenai kemunculan generasi muda Kristen dengan wawasan yang baru, yaitu generasi yang dibina untuk bersikap positif (tapi kritis) terhadap nasionalisme Indonesia dalam terang iman Kristen. Generasi ini pula yang mengalami terobosan dalam arah oikumenis kekristenan di Indonesia. Kemunculan mereka berhubungan dengan pelayanan sejumlah mantan anggota gerakan mahasiswa Kristen belanda di Indonesia dan dalam kaitan dengan peristiwa-peristiwa oikumenis tahun 1920-an dan 1930-an. Pembentukan CSV dan konferensi WSCF di Citeurep tahun 1933 merupakan puncak-puncak utama dalam sejarah generasi ini. Sosok nasionalis generasi ini diungkapkan melalui dua orang tokohnya, P.A. Tiendas dan J. Leimena. Di bidang kepemimpinan dan pelayanan gereja, pendirian HTS pada tahun 1934 juga merupakan terobosan penting dalam kemunculan generasi muda Kristen yang berwawasan baru itu. 
Bab IV secara khusus mengenai pandangan politik kalangan Kristen Indonesia dengan tokoh-tokoh penting dari generasi baru tersebut di atas dalam menyambut dan mendukung Indonesia baik di dalam lingkungan partai politik Kristen (PARKINDO) maupun dalam kalangan para pemimpin gereja-gereja Indonesia. Penekanan mereka adalah dukungan penuh terhadap kemerdekaan Indonesia dan pentingnya kebebasan (ber)agama. 
Pengaruh nasionalisme Indonesia terhadap kalangan Kristen Indonesia turut menentukan perkembangan menuju kemandirian dan keesaan gereja-gereja. Dalam Bab V diusahakan menunjukan proses itu dalan proses kemandirian jemaat-jemaat asuhan Zending dan dalam reorganisasi gereja Protestan, dan selanjutnya Bab VI, dalam usaha mewujudkan keesaan gereja di Indonesia, yang bermuara pada pembentukan DGI pada tahun 1950. 
Bab pendahuluan ini merupakan pengantar ke dalam semua bab uraian; dan selain rangkuman pula pada tiap-tiap bab, suatu bab dikhususkan pada bagian akhir dalam studi ini, yang merupakan penyimpulan dan penilaian terhadap keseluruhan uraian. 

5.     Agama di atas Kebangsaan 

Studi ini mengungkapkan bahwa di bidang politik kalangan Kriten bersikap kritis terhadap nasionalisme yang diperjuangkan golongan radikal dalam pergerakan nasional Indonesia. Sikap kritis itu bertolak dari pemahaman mereka terhadap prinsip-prinsip Kristen dalam Kitab Suci mengenai hakikat sejarah dan kebangsaan. Sebab itu baik para politisi konservatif pada masa kolonial, maupun yang lebih progresif menyambut pergerakan kemerdekan Indonesia sama berpegang pada asas teokrasi, yaitu bahwa panggilan orang Kristen adalah menyatakan dan berusaha mewujudkan kehendak Tuhan dalam kehidupan bernegara., berbangsa dan bermasyarakat. Peralihan dari pengungkapan konservatif ke progresif sikap politik yang sama asanya itu, menunjukan adanya suatu transformasi pemahaman nasionalisme dalam kalangan Kristen. 
Di bidang kegerajaan berlangsung adaptasi positif, dalam arti aspirasi nasionalme turut menentukan proses dan tujuan gerakan oikumenis yakni gerakan kemandirian dan keesaaan gereja di indonesia. Dan dalam gerakan itu kekristenan Protestan di Indonesia menemukan jati dirinya sebagai kekristenan di Indonesia. Dengan kata lain, gerakan oikumene di Indonesia adalah pula transformasi nasionalisme dalam kekristenan di Indonesia. 
Jadi, yang menonjol dalam kajian ini adalah proses transformasi, yakni transformasi pemahaman Kristen mengenai nasionalisme dalam asas teokrasi di bidang politik, dan transformasi nasionalisme Indonesia di dalam gerakan oikumene gereja-gereja di Indonesia.


( diambil dari institut Laimena )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar